14 September 2008

Batas langkah kita

badai gurun akan membawa aku, menghapus jejakku di pasir berdebu
angin pantai akan menghempasku, memporandakan istana pasirku
gelombang tenang akan menghantarku berlayar ; ke dunia lain , menghanyutkan rasa segala

debu-debu jalanan menumbuhkan aku liar
di kolong jembatan hati malamku bersemayam
aku ini hanya pengemis nasib
peminta minta takdir bermuka garang

baju compang camping dan balutan sutra
telah menjadi batas aturan mitos adat dan budaya
itu nyata, benar adanya…
kita ini hanyalah pemeran drama tuhan
telah jelas tokoh tergambarkan alur
juga aturan mainya…

aku ini ilalang liar
yang dikawini serangga-serangga kurang ajar
hingga matipun aku tetap liar
termakan serangga-serangga kurang ajar

tapi kau adalah awan cakrawala
megah teratas pandangan mempesona
disusunan beratap-atap langit
hingga nantipun kau tetap megah…

kita ini beda, sebeda senyatanya tak sama
tak usah paksa mencoba sebrang lautan api
akan percuma, terbakar nantinya di dasar laut menenggelamkan
jalan ini coba aku mengerti, maknai keindahan yang terbingkai
hanya bisa dipandang, tak dimiliki

tak kusangka salah jika hati telah bercermin
mata telah tersayup
langkah telah terkubur

cobalah kita sadari nurani, terima peran yang ditokohkan tuhan
ayolah kita pahami diri, itu bukan berarti menuruti kata hati
marilah kita tanyakan akal budi, ini berarti kita benam egonya rasa hati
kelak pasti kau akan tahu itu?

Akhirnya…
aku hanya bisa bilang padamu;
rajut perjalanan hari esokmu, ada disana bintang lain kan kau raih
urai cita-citamu itu, jangan sampai itu terhalang rasa memenjara
rangkai bunga-bunga taman hidupmu, dan biarkan kumbang yang berhak akan mencumbu madumu

karena…
aku ini hanyalah pengembara mimpi, petualang hayal ; pencari arti
bukan aku yang pantas menempati singgasana itu
senja telah menantiku untuk kembali terlelap menanti pagi
dan kau harus tetap teruskan jalanmu

Tidak ada komentar: